Semua gejala gangguan mental/emosional pasca partum terjadi dalam rentang waktu masa nifas, yaitu 4 minggu. Jika setelah melahirkan wanita itu baik-baik saja, dan 2 bulan kemudian mengalami depresi, kita sudah harus mempertimbangkan, mungkin itu bukan depresi pasca partum/setelah melahirkan. Pada depresi pasca partum, segala sesuatu masih dikaitkan dengan hal-hal yang terkait dengan masalah partus/kelahiran seperti hormonal, hubungan dengan suami, mertua, kesiapan si wanita menjadi ibu, dan sebagainva.
Gangguan mental setelah melahirkan merupakan masalah penting, yang umum dijumpai. Dapat memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang pada morbiditas (keadaan sakit) maternal (ibu), bayi/anak dan keluarga secara keseluruhan. Telah terbukti, perkembangan kognitif dan emosional serta perilaku sosial bayi/anak dapat terpcngaruh. Pernikahan dapat terganggu dan pasangan bisa menjadi depresi, Karenanya gangguan psikiatrik pada periode setelah melahirkan tidak da pat dianggap enteng. Sehinggapusat pcrhatian pcrawatan sebelum melahir- kan dan setelah melahirkan tidak hanya melibatkan kesehatan fisik tetapi juga kesehatan emosional dan psikologis.
Wanita dua kali lebih mungkin menderita depresi dibanding pria. Wanita memiliki 20% risiko depresi dalam hidupnya. Risiko ini memuncak selama periode persalinan. Depresi merupakan komplikasi paling umum selama kehamilan.
Gangguan psikiatrik setelah melahirkan dibagi menjadi tiga: pasca partum blues, depresi pasca partum dan psikosis pasca partum. Pasca partum blues sangat umum dialami wanita setelah melahirkan, gejalanya ringan, terbatas pada diri sendiri dan berlangsung kurang dari dua minggu sehingga dapat diabaikan. Depresi dan psikosis setelah melahirkan menyebabkan penderitaan dan gangguan fungsi.yang signifikan dan sering mempengaruhi orang lain terutama bayi dan keluarganya. Karena itu perlu segera diobati.
Pasca partum blues sebenarnya bisa dikatakan bagian dari siklus normal karena perubahan hormonal. Pasca partum blues dialami oleh 50-85% wanita pada minggu-minggu awal sctclah persalinan. Keadaan ini dianggap sebagai pengalaman normal yang menyertai persalinan.
Depresi pasca partum. Depresi pasca partum terjadi pada 10-15% wanita di populasi umum. Dalam kondisi ini, wanita telah jatuh dalam keadaan depresi. Di samping murung dan sebagainya seperti gejala pada pasca partum blues, juga disertai gejala depresi pada umumnya. Perasaan letih, lemah, lesu, kelelahan kronis, perasaan bersalah, kehilangan minat, gangguan selera makan, gangguan tidur, serta pikiran ingin bunuh diri. Atau pasien mengalami trias depresi (kehilangan minat, kelelahan kronis, dan murung). Pada depresi pasca partum, bisa dilihat gejala-gejalanya kemudian sangat berhubungan dengan perawatan anak. Ibu menjadi tidak berminat merawat bayi, timbul perasaan putus asa dan bersalah yang kemudian dikaitkan dengan perasaan bersalah terhadap bayinya. Terkadang, timbul perasaan benci terhadap bayinya. Bisa juga muncul perasaan bahwa ia tidak mampu menyayangi bayinya. Penderita kemudian merasa bahwa dia tidak akan sanggup membesarkan si kecil. Semua pandangan negatif yang berhubungan dengan depresi, kemudian dikaitkan dengan bayinya. Pada akhirnva, dampaknya ialah dia tidak bisa merawat bayinya dan dirinva sendiri dengan baik. Kadang, pada depresi yang lebih berat, sang ibu betul-betul sampai tidak mau makan. Ia menarik diri, mengurung diri di kamar dan sama sekali tidak mau merawat bayinya.
Psikosis pasca partum. Psikosis postpartum adalah bentuk gangguuan psikiatrik pasca partum yang paling berat, namun jarang terjadi. Hanya sekitar 1-2 per 1000 wanita setelah persalinan. Psikosis pasca partum memi- liki onset dramatis, umumnya muncul dalam 48-72 jam setelah melahirkan. Pada sebagian besar wanita, gejala berkembang dalam 2 minggu pertama setelah melahirkan. Faktor risiko mencakup sejarah keluarga tentang gangguan mental, persalinan yang sulit, anak pertama, keguguran, hamil di usia tua, kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah, atau hamil di luar nikah. Gejala utama adalah kekacauan perilaku, merasa ketakutan, halusinasi, dan seperti mendengar bisikan-bisikan.
Faktor pencetus terjadinya depresi pasca partum sangat beragam dan kompleks. Melibatkan fluktuasi hor¬monal, kondisi psikososial, sosio ekonomi. Banyak faktor yang bisa mencetuskan terjadinya depresi pasca partum, tidak bisa disimpulkan hanya dari satu hal saja. Ada faktor ibu, anak dan lingkungan.
Faktor ibu.
Faktor ibu yang bisa mencetuskan terjadinya depresi antara lain perubahan hormon, riwayat depresi sebelumnya, genetik, kepribadian ibu dan kesiapan ibu dalam memelihara anak.
Faktor anak.
Faktor dari anak yang bisa mencetuskan terjadinya depresi pasca partum, antara lain kesulitan yang berasal dari anak saat dilahirkan. Misalnya, anak tersebut sakit, yang membuat ibu terbebani secara berlebihan.lnfeksi saat kelahiran. Perdarahan berat saat melahirkan, yang menyebabkan ibu dalam kondisi lemah. Bayi yang lahir tidak seperti yangdikehendaki, misalnva tidak ganteng atau cantik, atau jenis kelaminnya tidak sesuai dengan harapan. Apalagi kalau bayinya cacat. Kemudian jika bayi perlu mendapat perawatan ekstra karena sakit atau rewel sekali. Juga jika bayinya sulit disusui.
Faktor lingkungan.
Lingkungan itu menyangkut suami, mertua, maupun budaya keluarga besar. Perhatian dari suami sangat penting. Suami yang mendampingi saat istri melahirkan dan mengantar ketika kontrol akan memberi rasa aman. Suami juga harus memahami gejolak emosi isteri setelah melahirkan, serta mengerti dan ikut mendampingi istri jika si kecil rewel di malam hari. Hal-hal seperti ini membuat wanita tidak merasa sendirian dalam menghadapi semua kesulitan setelah melahirkan. Kedewasaan dan perhatian suami adalah faktor yang paling penting.
Budava keluarga besar di negara kita, umumnya bersifat positif terhadap wanita setelah melahirkan. Sudah seperti "keharusan" bagi seorang ibu untuk menemani anaknya setelah melahirkan. Hal ini akan menimbulkan rasa aman, mengurangi rasa kerepotan, dan membantu wanita setelah melahirkan dalam menyesuaikan diri dengan bayi dan peran barunya sebagai ibu. Hal lain yang tidak kalah penting adalah mertua yang dominan secara berlebihan. Misalnya, mertua mengatur segala sesuatu yang harus dilakukan oleh wanita setelah melahirkan. Kemungkinan banyak hal yang tidak dikehendaki oleh si ibu baru, termasuk intervensi mertua terhadap si kecil.
Jika ibu depresi tidak diobati. dan tidak ada orang di sekitarnya yang dapat mengambil alih peran ibu, dapat terjadi efek yang cukup besar pada anak. Si kecil akan mengalami penelantaran, yang kemudian akan menyebabkan gangguan tumbuh kembang. Dalam jangka pendek, anak bisa kehilangan nafsu makan. Siklus tidur maupun makan menjadi tidak teratur. Dalam jangka panjang selain tumbuh kembang anak terganggu juga memiiiki gangguan ansietas dan depresi yang tinggi. Karena depresi ibu dalam jangka lama, merasa bersalah karena tidak bisa merawat anak, sehingga anak mengalami depresi. Ketika masuk dalam keadaan depresi, si kecil menjadi sulit diatur yang kemudian akan memperburuk keadaan ibu. Terjadi semacam lingkaran aneh. Depresi pasca partum dapat bertahan, rekuren/kambuh, dan sangat mengganggu. Bahkan sering terjadi dalam lintas generasi. Karenanya deteksi dini dengan memberikan pengarahan kepada ibu, suami dan mertua sangat diperlukan. Hal ini agar semua memahami yang aneh-aneh setelah melahirkan.
Demikian Fakta Kesehatan, semoga bermanfaat yoo,,,,,
0 Comment "Yang Aneh-aneh Setelah Melahirkan (Fakta Kesehatan Temuan Gang Penyelamat)"
Post a Comment