Assalamu’alaikum Wr. Wb…..
Pada kesempatan hari ini ane mau mengajak antum membahas salah satu penyakit dalam dunia kesehatan, yaitu Lebih Dekat dengan Si “ASMA” (yang ini bukan nama orang, tetapi nama sebuah penyakit). Sebelumnya kita telusuri terlebih dahulu data penderita asma menurut GINA (ini juga bukan nama orang, tetapi Global Initiative for Asthma), sekitar 300 juta penduduk dunia menderita asma. Sedangkan angka kematian disebabkan penyakit tersebut di dunia setiap tahun sekitar 180.000 orang.
*************************
Asma sering menimbulkan gangguan kualitas hidup pada penderitanya, karena penderitaan yang ditimbulkan seperti sesak napas, batuk, maupun mengi. Akibatnya, penderita jadi kurang tidur, yang berakibat dengan terganggunya aktivitas sehari-hari. Keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga, aktivitas fisik, aktivitas sosial, pemilihan pekerjaan, cara hidup, pekerjaan rumah tangga, absen dari sekolah maupun tempat kerja.
Asma adalah suatu penyakit kronis pada saluran napas, yang disebabkan terlalu sensitifnya saluran nafas (trakea dan bronkus) terhadap berbagai rangsangan. Apabila ada rangsangan saluran napas akan menyempit dan menyebabkan bronchospasme. Saluran napas yang terlalu sensitive disebut hiperreaktivitas. Pada saat terjadi rangsangan, saluran napas menyempit lalu terjadi obstruksi, lalu menjadi bronchospasme, sehingga menimbulkan keluhan.
Sampai saat ini penyebab asma masih belum diketahui. Meski telah banyak dilakukan penelitian untuk mengetahui mekanisme terjadinya asma, belum ada satupun teori atau hipotesa yang disepakati para ahli. Yang jelas, penderita asma mengalami hiperreaktivitas pada saluran napas.
Ada beberapa faktor resiko yang diduga ikut berperan. Umumnya digolongkan menjadi faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Belum diketahui faktor gen apa yang menyebabkan asma. Pada penelitian yang dilakukan di Indonesia, ternyata orang tua asma memiliki kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan orang tua yang tidak asma. Sekalipun faktor genetik dianggap penting dalam terjadinya asma, tidak dapat diterangkan mengapa terjadi kenaikan prevalensi asma di banyak negara dalam waktu relatif singkat. Maka peran faktor lingkungan juga dianggap penting.
Pada orang normal, faktor pemicu seperti asap rokok, tekanan kejiwaan dan allergen tidak akan menimbulkan asma. Pada orang asma, rangsangan tadi akan menimbulkan serangan. Banyak teori menerangkan terjadinya kepekaan tadi, antara lain karena gangguan saraf, infeksi virus, alergi, dan lain-lain, tetapi penyebabnya sendiri masih belum jelas. Untuk upaya pencegahannya bisa antum dapatkan di part berikutnya
Diagnosa (Penyebab)
Berdasarkan panduan GINA (Global Initiative for Asthma) 2005, asma ditegakkan jika pasien memiliki salah satu tanda atau gejala sebagai berikut:
1. Wheezing. Suara bersiul sangat tinggi saat bernapas, terutama pada anak-anak.
2. Memiliki riwayat sebagai berikut:
- Batuk yang dapat memburuk pada malam hari
- Kesulitan bernapas yang kerap kali terjadi
- Kekakuan pada dada .
3. Gejala-gejala memburuk pada malam hari dan dapat membangunkan penderita.
Gejala-gejala muncul atau memburuk jika ada:
- Bulu binatang
- Olahraga
- Bahan kimia aerosol
- Serbuk sari
- Perubahan suhu temperature
- Infeksi pernapasan
- Debu domestic
- Asap
- Obat-obatan (aspirin, betablocker)
- Emosi
4. Keterbatasan saluran napas variabel dan reversibel dinilai dengan spirometer FEV 1 atau peak expiratory flow (PEF) meter. Ketika menggunakan peakflow meter dianggap asma jika:
- PEF meningkat lebih dari 15 menjadi 20 menit setelah inhalasi beta 2-agonist aksi cepat.
- PEF beragam lebih dari 20 % dari penilaian pada pagi hari sampai 12 jam berikutnya pada pasien yang menggunakan bronchodilator (lebih dari 10 % pasien yang tidak menggunakan bronkodilator), atau
- PEF menurun lebih dari 15 % setelah 6 menit berlari atau melakukan latihan fisik.
Asma diklasifikasikan sebagai intermittent, mild persistent, moderate persistent, atau severe persistent, berdasarkan pemeriksaan gejala dan fungsi paru.
Pertama, asma intermitten. Seorang dikatakan asma intermitten bila mempunyai gejala (batuk, mengi atau sesak) kurang dari satu kali seminggu dalam masa pengamatan paling sedikit 3 bulan. Gejala biasanya berlangsung singkat, dan berakhir dalam beberapa jam atau hari. Gejala asma pada malam hari tidak lebih dari dua kali dalam sebulan. Diantara dua serangan, pasien bebas gejala dan fungsi paru-paru normal.
Asma intermitten didapatkan pada pasien yang alergi manakala terpapar alergen yang lebih sensitif (tungau debu rumah, kucing, makanan dan sebagainya). Asma karena kegiatan jasmani termasuk golongan ini. Meski asma intermitten dapat dikatakan ringan, sewaktu-waktu bisa bisa saja menjadi serangan akut berat, tetapi jarang terjadi.
Kedua, Asma mild persistent Pasien termasuk golongan asma mild persistent/persisten ringan, apabila gejala asma paling sedikit seminggu sekali, tetapi kurang dari sekali sehari selama paling tidak 3 bulan. Gejalanya menyebabkan gangguan tidur dan aktivitas. Gejala tersebut memerlukan pengobatan hampir setiap hari, dan menyebabkan gejala malam lebih dari dua kali sebulan. Fungsi paru mungkin masih normal, tetapi variasi PEF 20- 30%, yang normalnya di bawah 20 %.
Ketiga, asma moderate. Golongan asma persisten sedang/ moderate ditandai adanya gejala yang timbul setiap hari untuk untuk jangka lama, dan gejala malam lebih dari sekali seminggu. Nilai fungsi paru (PEV) sebelum pengobatan di atas 60% tetapi di bawah 80%, dan variabilitas PEV > 30 %. Pasien asma persisten ringan yang tidak dapat dikendalikan dengan dosis rendah kortikosteroid hirup (200-500. mg budesonid atau ekuivalennya) dapat diklasifikasikan ke golongan asma persisten sedang.
Dan yang Keempat, asma severe Pasien. Golongan asma persisten berat/severe, menunjukkan gejala terus menerus, meski beratnya bervariasi. Gejala malam sering terjadi dan aktivitas terbatas. Kadang pasien medapat serangan asma berat, meski sedang dalam pengobatan. ICalau diukur fungsi paru atau PEF-nya kurang dari 60 % nilai prediksi, dan variasinya lebih dari 30 %. Dapat dikatakan pengendalian gejala asma sukar tercapai, meski obat masih tetap dipakai setiap hari.
Tujuan pertama pengobatan asma adalah mencapai dan mempertahankan gejala asma yang terkontrol. Tujuan lainnya mencegah eksaserbasi, mempertahankan fungsi paru dan aktifitas senormal mungkin, menghindari efek samping obat asma, serta mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara yang ireversibel dan kematian akibat asma.
Kita tentu bertanya, mengapa pengobatan asma ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan kontrol, bukan untuk menyembuhkan? Sampai saat ini, penyebab asma belum diketahui pasti, sehingga tidak jarang penyakit ini berlangsung terus tanpa bisa disembuhkan dan diderita seumur hidup.
GINA memberi panduan atau batasan tentang apa yang dimaksud asma terkontrol, sebagai berikut:
1. Gejala kronik termasuk gejala malam minimal (idealnya tidak ada).
2. Eksaserbasi minimal (jarang).
3. Kunjungan ke ruang gawat darurat tidak ada.
4. Pemakaian obat pelega (reliever) minimal (idealnya tidak ada).
5. Tidak ada keterbatasan aktivitas, termasuk kegiatan jasmani.
6. Variasi peak expiratory flow (PEF) kurang dari 20 %.
7. Nilai PEF normal (mendekati normal)
8. Efek samping obat minimal (tidak ada).
Sayangnya, batasan asma terkontrol di atas belum sepenuhnya jelas. Misalnya, istilah minimal atau jarang dapat mengundang berbagai macam interpretasi, yang dampaknya sulit untuk dipakai dalam praktek sehari-hari maupun penelitian. Dengan me- masukkan pemeriksaan fungsi paru sebagai salah satu prasyarat asma terkontrol membuat batasan terkontrol susah di lakukan karena dalam praktek, pemeriksaan fungsi paru jarang dikerjakan, kecuali di rumah sakit tertentu atau rumah sakit pendidikan.
*************************
Okey Akhy, bersambung di sini dulu yaa. terima kasih sudah membaca Lebih Dekat dengan Si “ASMA” , kan Nuntut ilmu itu dikit-dikit ajhe.
Ingat, ikuti trus blog ini, masih ada part berikutx loh...
Ingat, ikuti trus blog ini, masih ada part berikutx loh...
0 Comment "Lebih Dekat dengan Si “ASMA” -Part 1- (Kesehatan)"
Post a Comment